Where you can get Encore Magz with free!
Jakarta :
Kansas UI, crooz, error, nanonine, cafe Au Lait, RuangRupa, Cilandak Town Square, Ak'sara, gummo, bloop
Bandung :
347, airplane, soho, ouval, riotic, rocknrollhaircut, rumahbuku, cafeohlala, monik, illustre, arena, dloops, evil, wdzg, entrance, invictus, cosmic, ommonium, disctarra, circlek, tobucil, flashy, zoebookstore, unpad, unpar, anonim, disconnect, evil, let's shop, frontyard, cafehalaman
encore magz juga bisa didapatkan di: Bali, Jogjakarta, Semarang, dan Makasar!
your comments, band demo or you want to place ur ad, contact us :
Jl. Gama no.8 Cigadung Bandung 40191
Phone : (022) 91294696
Email : encore.magz@gmail.com
http://friendster.com/encoremagz
http://myspace.com/encore_magz
Artist : The Walkmen
Album : A Hundred Miles Off
Released : 2006
Label : Record Collection
Styles : Indie Rock, Southern Rock, FolkAlbum ketiga bagi band seperti The Walkmen yang dua album sebelumnya sukses merebut perhatian pendengar musik indie dan juga simpati para kritikus musik, tentunya akan menjadi proyek yang sangat berat sekaligus menentukan keberlangsungan karir mereka sebagai musisi. Beberapa band berhasil menjawab tantangan tersebut dan mempertahankan eksistensi mereka (See Radiohead's OK Computer or Manic Street Preachers' Everything Must Go) dan beberapa mungkin gagal dan tidak lagi mendapatkan apresiasi yang layak dari pendengarnya (See Mansun's Little Kix or The Strokes' First Impressions on Earth. Fenomena diatas mungkin paling tepat menggambarkan situasi yang dialami oleh band asal New York ini.
Album ketiga yang bertajuk "A Hundred Miles Off", yang proses rekamannya menggunakan teknologi analog (quite rare for a band these days), menjadi geliat kreatifitas The Walkmen demi menjawab ekspektasi para pendengarnya. Masih dengan formula sound-sound gitar kaku berbasuh reverb, organ yang nyaris kabur, beat-beat unik, dan track vokal yang terbilang mentah, kali ini mereka menawarkan lagu-lagu yang lebih ringan dan santai meskipun mengangkat tema seputar kekecewaan, frustasi, dan pencarian diri yang sedikit banyak mungkin berkaitan dengan 'tergusur'-nya studio recording mereka, Marcata Studio, oleh pembangunan Columbia University.
The album starts with a great opening track, "Louisiana", dengan vibe ballad-folk yang kental. Lou-weez-e-ana sahut Leithauser, dengan vokal yang di album ini banyak terpengaruh oleh gaya bernyanyi Bob Dylan. This track becomes more alluring when the Tijuana-esque brass section kicks ini along with the upright sounding piano. Definetly a classic! (sekedar informasi, tidak ada unsur ironi di lagu ini mengingat lagu ini ditulis jauh sebelum terjadinya badai Katrina).
"Danny's At The Wedding" memiliki awal yang menjanjikan, namun entah kenapa progresinya menjadi sedikit terburu-buru meskipun koordinasi bass dan drum-nya cukup solid, chord yang diulang berkali-kali menjadikan track ini amelodis dan kaku. Track selanjutnya menawarkan kebosanan yang relatif sama. Baru di "Emma, Get Me A Lemon" kita disuguhi percussion rhythm unik yang mengingatkan kita pada "The Bucket"-nya Kings of Leon, one more highlitghts of the album. "All Hands and The Cook" membawa atmosfer yang lebih gelap dengan chord-chord minor dan beat monoton dibalut organ bernuansa horror. Tetap gagal membangkitkan antusiasme yang dibangun di awal album.
"Lost In Boston" mungkin bakal jadi karya terburuk The Walkmen, riff-riff yang mudah ditebak arahnya dan lirik yang terdengar seperti omong kosong ("Lost in Boston / Drinking rum and chocolate / A hundred thousand blinking lights / Making me exhausted") menjadikan bassline dan drumworks yang menarik terasa sia-sia.
"Tenley Town" comes as another low-point of the album, dimaksudkan untuk memberi tambahan energi untuk album ini namun hasilnya malah terdengar seperti cover-act murahan dari Dead Kennedy's. "Brandy Alexander" sedikit banyak berhasil mengembalikan vibe Americana yang seharusnya menjadi standout point album ini. Dan akhirnya "Another One Goes By" menyelamatkan A Hundred Miles Off dari label 'kebosanan total', track cover dari band seperjuangan Mazarin ini diramu dengan ke-khas-an aransemen 50’s ala The Walkmen yang setidaknya sukses meninggalkan kesan baik di akhir album.
Don't get me wrong, The Walkmen is one of my favorite band, kedua album terdahulu mereka cukup memuaskan kerinduan para pendengar The Velvet Underground dan Joy Division.
Hanya saja kali ini mereka terkesan terlalu terpengaruh oleh Bob Dylan (terutama sang vokalis) yang menjadikan album ini terasa hambar dan kurang mewakili identitas The Walkmen sendiri. Vokal Leithauser yang seringkali off-tune, membuat suaranya jadi terkesan melawan harmonisasi yang dibangun oleh rekan-rekannya. Meskipun terdiri dari eleman yang relatif sama, hasil akhir A Hundred Miles Off bisa dibilang mengecewakan. In five years time, if I still haven't graduated yet and in need of urgent CD-sale cash, I would consider this piece on first handpick. But then the pawnshop guy would probably shrugs and asks, "Who the hell are they?"
(eko)